ArtikelParenting

Gaya Pengasuhan dan Masa Depan Anggota Keluarga

angry parents.jpgApa hubungannya masa depan saya dan anak-anak dengan gaya saya mengasuh anak? Sebuah pertanyaan yang wajar, jika kita mencermati pernyataan judul di atas. Jika anak kita menjadi orang yang bahagia, tahu apa tujuan hidupnya, menghasilkan karya yang berguna bagi bangsa, tentunya kita turut menjadi bahagia juga kan di masa depan ? Coba bayangkan apabila anak kita tumbuh menjadi orang yang miskin, pemurung, tidak tahu harus bekerja di bidang apa, tidak tahu cara memilih pasangan hidup, tentunya, kita di masa depan akan ikut menjadi tidak bahagia dan mengalami penyesalan seumur hidup, bukan?

Memiliki anak yang bahagia, tahu tujuan hidupnya dan mampu berkarya adalah hasil pengasuhan yang kita lakukan sejak anak masih dalam perlindungan kita. Jika kita salah mengasuhnya maka ia akan menjadi apa yang telah kita asuhkan. Ambil contoh Obama, jika Obama tetap diasuh oleh ibunya dan tinggal di Indonesia, ia tentunya akan menjadi Obama yang berbeda dengan Obama sekarang. Pengasuhan yang diterima olehnya, mengharuskan ia untuk bisa mengakomodasi perbedaan yang ada disekelilingnya. Ia yang berkulit hitam harus bisa bergaul dan beradaptasi dengan lingkungan tempat kakek neneknya tinggal yang jelas-jelas berkulit putih. Hasilnya, bisa dilihat dalam kabinet yang dibentuknya. Ia berencana menyatukan orang-orang hebat yang memiliki pandangan berbeda dengan dirinya menjadi 1 kabinet.

Saat ini, Obama mengusulkan Hillary Clinton, mantan rivalnya dalam pencalonan presiden dari partai Republik. Bahkan, McCain yang jelas-jelas memiliki pendapat berbeda dengannya, direncanakan akan direkrut sebagai salah satu mentri dalam kabinetnya. Hebat bukan ? Coba imajinasikan, jika Obama tetap tinggal di Indonesia dan menjalani proses pendewasaan di sini. Mungkinkah Obama menjadi pribadi yang berbeda?
Pernahkah anda mendengarkan orangtua yang menuntut anaknya seperti ini, ”Pokoknya … kamu harus pulang ke rumah sebelum jam 8”. Tanpa ada penjelasan mengenai mengapa anak harus pulang jam 8. Atau tidak memberikan anak pilihan keputusan yang bisa dipilih, ”Papa mau kamu masuk kuliah jurusan ABC. TITIK.” Atau, orangtua yang berkata kepada anak usia SMP,”Ya sudah … terserah kamu! Yang menurut kamu baik, jalankan saja.” Tanpa penjelasan dan batasan mengenai apa yang baik dan jelek. Padahal usia ini masih mencari mengenai hal yang baik dan tidak baik. Ketiga orangtua ini memiliki gaya mengasuh yang berbeda kepada anaknya.

Untuk lebih menyederhanakan, gaya pengasuhan dapat diibaratkan (namun tidak dapat disamakan) dengan gaya kepemimpinan di kantor. Dalam kehidupan sehari-hari, jika kita sebagai karyawan, kita berjumpa dengan bos atau atasan kita yang memiliki gaya memimpin berbeda. Ada yang otoriter, yang tidak memiliki empati kepada anak buah sehingga setiap tugas atau perintah harus dilaksanakan dengan segera (seperti dalam film The Devils Who Wear Prada).

Ada juga bos yang bisa memahami anak buahnya sekaligus mampu bertindak tegas, bisa membedakan urusan personal atau urusan profesional. Ada juga bos yang bisa disetir oleh anak buah. Atau bos yang tidak peduli pada hasil kerja anak buah sudah berkualitas atau tidak, yang penting mereka tetap bekerja dan tetap dibayar penuh tiap bulannya. Gaya kepemimpinan ini tentunya akan berpengaruh pada suasana kantor serta berpengaruh pada hasil pekerjaan anak buah yang dipimpin bukan ?

Nah, gaya pengasuhan adalah cara yang kita gunakan dalam merawat, berkomunikasi, dan mendidik anak kita. Mengapa sampai muncul penelitian tentang gaya pengasuhan ? Karena hal ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan anak ketika dewasa. Penelitian mengenai gaya pengasuhan ini telah dilakukan sejak tahun 1930-an. Salah seorang peneliti yang teorinya banyak digunakan hingga sekarang dan dianggap paling populer adalah Diana Baumrind. Penelitiannya dilakukan pada tahun 1968 dan hingga sekarang, hasil penelitiannya ini masih digunakan oleh masyarakat umum dan dijadikan bahan penelitian oleh mahasiswa.

Gaya pengasuhan menurut Baumrind, dibedakan menjadi 4 kategori yaitu gaya authoritarian, gaya authoritative, gaya permissive, dan gaya neglectful/uninvolved. Perbedaan dasar ke-empat gaya pengasuhan ini adalah terletak pada harapan orangtua dan kehangatan kasih sayang yang ditunjukkan oleh orangtua.

1. Gaya Pengasuhan Authoritarian.
Orangtua yang memiliki gaya pengasuhan ini dapat disamakan dengan bos yang tegas dan kejam. Beliau dengan jelas menerapkan visi perusahaan dan dia dengan tegas menjalankan semua peraturan yang memang harus dilakukan tanpa pandang bulu. Tiap anak buah harus menaati tanpa kecuali. Bos tipe ini tidak dapat diajak diskusi dan tidak boleh ada yang mempertanyakan alasan pemberlakuan peraturan. Ya… bisa dibayangkan, tipe anak buah yang dipimpinnya. Penurut, tidak berani ambil keputusan, hanya berani menentang dibalik punggung bos. Atau melakukan korupsi kecil-kecilan asal tidak ketahuan sebagai tanda melawan bos.

Gaya bos seperti itu, juga terbawa sampai di rumah dan digunakan untuk memperlakukan istri/suami dan anaknya. Biasanya pemikiran yang melandasi adalah anak tidak tahu yang benar dan baik, jadi harus menuruti keinginan orangtua, menjalankan peraturan yang diberikan tanpa boleh dipertanyakan atau diberikan hak untuk memilih. Selain tegas menerapkan peraturan dan keinginannya orangtua tipe ini juga kurang memiliki hubungan emosional yang hangat dengan anaknya. Mereka cenderung mengabaikan kebutuhan emosi anak, menerapkan kondisi cinta bersyarat dan menggunakan ancaman untuk tidak memberikan cinta atau perhatian jika anak tidak mau menurut. Komunikasi dengan anaknya pun tidak jauh berbeda dengan yang dialami salah seorang klien saya, dibumbui dengan sedikit manipulasi dan ancaman terselubung “Kalau kamu mau disayang sama mama dan papa, kamu harus menjadi anak yang baik dan penurut.”

Atau “Papa dan mama paling suka lho… sama anak yang mau mendengarkan kata-kata papa mamanya, nggak nakal, sayang sama adiknya/kakaknya.”

Atau “Papa jadi sayang sama kamu karena kamu bisa mendapatkan nilai 8 untuk ulangan matematika tadi.”

Tentunya, anak yang terus menerus menerima perlakuan ini berkembang menjadi anak yang kurang memiliki rasa aman, memiliki konsep diri yang kurang sehat, kurang percaya diri, dan cenderung mengkaitkan kepemilikkan materi atau status sebagai simbol rasa amannya.

Apabila keadaan ini terus berlanjut, anak tumbuh menjadi pribadi penurut, pasif, biasanya tidak bermasalah dalam beradaptasi dengan norma atau kebalikannya cenderung menentang otoritas. Keduanya sama-sama kurang trampil dalam bersosialisasi. Mereka juga biasanya tumbuh menjadi orang dewasa yang tidak tahu apa yang baik untuk diri mereka ataupun tujuan hidup mereka. Mereka sering mengalami kebingungan mengenai hal yang benar dan salah. Orang yang tumbuh dengan keadaan demikian tentunya tidak akan mengalami kebahagiaan dalam hidupnya.

Orang yang tumbuh menjadi pribadi yang penurut dan pasif akan lebih senang jika orang lain yang mengambil keputusan untuk dirinya. Akibatnya, hubungan yang dibina oleh orang seperti ini akan menjadi sebuah hubungan yang rapuh, mudah mengalami konflik. Bahkan ketika memasuki pernikahan, mereka cenderung memilih pasangan yang suka mengontrol dan kasar. Atau, kemungkinan kecil, orang yang tumbuh cenderung melawan secara terang-terangan kepada orangtua dengan melakukan hal-hal yang tidak disukai oleh orangtua. Misalnya kabur dari rumah atau menjalin hubungan dengan pasangan yang jelas-jelas tidak disukai oleh orangtua. Biasanya gaya pengasuhan ini lebih banyak berdampak negatif kepada anak laki-laki daripada anak perempuan. (bersambung)

Sandra M.,MPsi, Psikolog

Related Articles

18 Comments

  1. Sekolahorangtua.com & Team,terima kasih atas pencerahan yang sangat bermanfaat ini.Semoga bisa menginspirasi para orang tua (khususnya diri saya) dan para management perusahaan,oh iya salah satu artikel ciamiknya Pak Ariesandi saya post di blog saya,untuk memudahkan masuk ke situs ini.Terima kasih,salam hangat.

  2. artikelnya sangat membantu saya untuk membimbing anak-anak saya yang masih perlu banyak bimbingan, ditunggu yang selanjutnya …..

  3. salut unt artikelnya….. sy punya 2 anak (perempuan 8thn dan laki-laki 4 tahun). dan yg pasti sangat-sangat berguna untk pengasuhan putra-putri yg sy cintai….. di tunggu sekali kelanjutannya…. salam hangat selalu…………..

  4. trms atas artikel2 tg di berikan, walaupun memang sangat sulit menjalankan tugas sbg orang tua tp dg artikel2 yg ada dpt lebih membantu kami…..

  5. Terima kasih banyak pada Sekolah Orangtua yang telah memberikan artikel2nya yang sangat bagus-bagus dan sangat bermanfaat bagi kita sebagai orang tua. Saya sangat senang sekali membaca artikel2nya dan buku-bukunya pak Ariesandy, semoga para orangtua dapat terinspirasi dengan artike2 ini.

  6. seandainya, ada seri pelatihan untuk calon orang tua maupun orang tua tentu akan sangat membantu. alangkah berbahagianya anak dan keluarga dengan pola ‘relasi’ pola ‘komunikasi’, pola ‘asuh’ yang benar-benar ‘memberdayakan anak’. saya menunggu modul, kurikulum dan silabunya ya …….

  7. Terima kasih Sekolah Orangtua yang telah memberikan artikel2 sangat bagus dan membantu dalam saya dalam mengasuh dan mendidik anak. Dimana artikel tersebut akan saya forward keteman2. Artikel yang sudah saya dapat juga saya print dan kliping guna dibaca ulang.Saya tunggu kelanjutannya …..

  8. Nice article. Walopun saya blm bermh tangga, tp sgt inspiratif dlm menjlnkan tgs sy sbg guru. G’ sabar nunggu lanjutannya

  9. Saya mahasiswa yang mengambil jurusan pendidikan luar sekolah progsus PAUD, dengan adanya artikel-artikel yang dimuat di sekolah orang tua ini saya sangat terbantu, terima kasaih sekolah orang tua.

  10. Bapak Ady yang suka belajar,
    Jika bapak ingin tahu lebih detil dan lengkap mengenai pengasuhan anak, Bapak bisa menghubungi customer service kami untuk mengetahui produk-produk pengasuhan anak yang ada di Sekolah Orangtua. Disana kami menyediakan audio book yang mencakup cara berkomunikasi yang benar dengan anak, 15 kesalahan terbesar orangtua dalam mendidik anak, Mengapa pernikahan tidak seindah pacaran dll. Terus semangat belajar ya pak !
    Salam hangat penuh cinta untuk Keluarga Anda
    Sandra

  11. salam hangat,
    artikel2 Ibu sangat2 membuka pikiran saya tentang bgm sebenarnya mengasuh dan mendidik anak yang baik. kebetulan anak saya Vivian (2 tahun 4 bulan) skg saya masukkan sekolah sekaligus rumah peniti[pan krn sy adalah single parent yg kebetulan harus bekerja memenuhi kebutuhan hari2. sebenarnya sangat dilema krn sy ingin anak saya tercukupi kasih sayangnya walaupun hanya dari saya saja yg mengasuhnya.. untuk mencukupi tangki cinta nya (seperti yg ibu bilang) setiap pulang kerja saya selalu berusaha untuk meluangkan waktu sepenuh hati dan bersenang2 dengan dia. mengajak dia bicara tentang kegiatan apa yg sudah di lakukan saat di sekolah dengan teman2nya dll. tapi yg saya khawatirkan, dia tidak mendapatkan kasih sayang yg cukup di sekolahnya. yg menjadi hal yg membuat saya dilema berat adalah celetuk2 dan obrolan2 guru2nya yg tidak perlu itu selalu sy dengar setiap sy jemput anak ku. misalnya larangan2 yg terlalu keras dan sedikit membentak yang kebetulan sy dengar ada oknum guru yg membentak / sedikit keras suaranya ke anak yg lebih besar.
    dan menurut yg sy perhatikan kadang ada orang tua yg menjemput anak2nya, gurunya selalu menceritakan sesuatu yg harusnya jgn di depan anak tersebut..seperti menceritakan kenakalannya lalu menasehati di depan orang tua yg menjemput..

    masalahnya adalah… saya tidak bisa memindahkan ke sekolah lain krn kebetulan di kota saya Makassar, hanya 2 sekolah yg sampai sore.. dan 1 sedang tidak menerima murid…. apa ada saran buat saya bu? mohon informasi nya… kalau bisa informasi tentang mengasuh anak/ psikolog anak yg perlu….

    mohon di tanggapi.
    terimakasih..

  12. Halo Mama Vivian,

    Senang sekali jika tulisan saya bisa menginspirasi ibu.

    Saya bisa memahami posisi ibu yang serba sulit. Memang respon guru yang tidak seharusnya ia lakukan tidak dapat kita kendalikan. Kita hanya bisa meminimalkan hal-hal serupa tidak terjadi pada Vivian.

    Cara yang ibu lakukan dengan mengajak Vivian bermain dan berkomunikasi sudah tepat. Masukkan pula nilai-nilai yang ibu inginkan Vivian pegang selama hidupnya, Hal ini bisa ibu lakukan melalui permainan ataupun dongeng.

    Mohon maaf, saya tidak bisa memberikan saran yang lebih karena memang posisi ibu yang sulit. Ini semua kembali kepada ibu lagi. Ibu akan melepas pekerjaan ibu dan mencari pekerjaan yang lebih fleksibel dalam waktu (atau mungkin ibu bisa bekerja dari rumah) atau ibu perlu mendidik dengan tenaga ekstra untuk meminimalkan kerusakan yang mungkin terjadi di sekolah tanpa ibu ketahui (seperti proses membentak ataupun menggosipkan kenakalan anak lain).

    Jika ibu memilih pilihan kedua, berikut ini beberapa saran yang bisa ibu lakukan.
    Tetaplah berkomunikasi yang intens dengan Vivian sehingga jika terjadi suatu kejadian yang “menyimpang” dari nilai pendidikan yang ibu tanamkan pada Vivian, ibu bisa langsung menetralisir dan membenahi. Biasanya untuk umur Vivian, masalah masih jarang terjadi. Namun, kejadian membentak dll akan terekam juga di bawah sadar Vivian.
    Jika memungkinkan, ibu bisa meminjamkan beberapa referensi mengenai proses pendidikan yang benar kepada guru Vivian. Siapa tahu bisa membantu mereka tersesat di jalan yang benar.
    Cobalah tetap berusaha mencari tempat penitipan anak yang lebih “ramah” dan memahami proses pendidikan kepada anak-anak.

    Titip salam sayang ya untuk si kecil Vivian

  13. trim bos dengan tulisannya, karena membantu saya mendapat inspirasi bagi tulisan saya, kalau boleh beberapa hal yang saya kutip dalam tulisannya

  14. Halo Zubeth,

    Silahkan Anda mengutip sesuai kebutuhan Anda. Saya akan sangat terbantu jika lebih banyak lagi para Orangtua yang terinspirasi.

    Salam sukses

  15. salam pak,,
    maaf ganggu pak
    pak, saya mau tanya boleh?? saya mau tny adakah buku yang mengutip tentang gaya pengasuhan. Kalau ada judul, pengarang dan penerbitnya apa ya? terima kasih..

Back to top button